MAKALAH AGAMA, KEPRIBADIAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN ISLAM
AGAMA,
KEPRIBADIAN DAN GAYA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM
A.
Pendahuluan
Dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah N0. 19 Tahun 2005
dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi, kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.[1]
Salah
satu kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah kompetensi kepribadian,
dimana guru dituntut untuk memiliki kepribadian yang baik, yang sesuai dengan
norma, nilai dan adat istiadat yang berkembang dan dipegang teguh oleh
masyarakat.
Dalam
Islam, kepribadian seseorang tercermin dari akhlaknya. Akhlak menurut Imam
Al-Ghazali memiliki pengertian sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.[2]
Melihat pengertian tersebut, maka secara Islami dapat kita katakan bahwa akhlak
menentukan karakter dan sikap seseorang, yang menjadi landasan kepribadian
seseorang.
B.
Agama
1.
Pengertian
Agama
Agama
merupakan ajaran yang dipercaya mampu mengantarkan manusia kepada keselamatan,
dengan ketundukan dan kepatuhan terhadap segala aturan yang ada didalamnya.
Menurut
Cicero, mendefinisikan agama sebagai “The
pious worship of god” (beribadah dengan tawakkal kepada Tuhan). Formulasi
yang lebih komplek dikemukakan oleh Frederich Schkeir Mascher (seorang filusuf
abad 18) mendefinisikan agama adalah “Feeling
of total dependene” (perasaan tergantung / pasrah secara keseluruhan).[3]
Oleh
karena itu, agama juga berisikan tata aturan bagi manusia untuk senantiasa
tunduk dan patuh terhadap aturan yang ada didalamnya, aturan tersebut
disampaikan oleh manusia terpilih. Manusia yang tunduk dan patuh terhadap
aturan tersebut akan mendapatkan balasan berupa kebahagiaan didunia dan
akhirat, sebalikya manusia yang tidak tunduk dan patuh terhadap aturan yang ada
didalam agama, akan mendapatkan balasan berupa siksa dari Dzat yang Maha Tinggi
yaitu Tuhan.
Maka dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Agama merupakan pedoman hidup yang diyakini
bersifat syakral, yang berasal dari Dzat Yang Maha Tinggi yaitu Tuhan, melalui
perantara manusia terpilih (Nabi dan Rasul), pedoman tersebut berisi tata
aturan yang harus dilakukan oleh manusia (perintah), dan tidak harus dilakukan
oleh manusia (larangan) yang didalamnya (perintah dan larangan) terdapat
balasan berupa kenikmatan (Surga) bagi manusia yang melaksanakan perintah dan
siksaan (Neraka) bagi manusia yang melakukan larangan.
2.
Asal
usul Agama
Manusia
dibekali potensi bawaan (fithrah) sejak dia dilahirkan. Potensi bawaan tersebut
berupa akal, ghadab (amarah), dan nafsu syahwat.[4]
Nafsu syahwat yang ada pada diri manusia membawanya untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan rasa
aman.
Kebutuhan
manusia akan rasa aman mengantarkan manusia untuk senantiasa meminta
perlindungan kepada kekuatan yang maha dahsyat, yang lebih kuat dari dirinya
yang ada diluar diri manusia. Dengan kata lain setiap manusia memiliki
kecenderungan kepada Tuhan. Kecenderungan kepada Tuhan ini akhirnya mengikat
manusia untuk senantiasa tunduk dan patuh terhadap aturan yang dibuat Tuhan
(Agama), untuk menghargai dzat yang diagungkannya. Hal ini akan membawa manusia
kepada keselamatan, dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
Dalam
Agama Islam dijelaskan bahwa manusia itu pada awalnya dalam keadaan yang satu
dan menyembah kepada Tuhan yang satu, dimana kepercayaan tersebut merupakan
ajaran yang dibawa oleh para Nabi.[5] Sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 213
tb%x. â¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur y]yèt7sù ª!$# z`¿ÍhÎ;¨Y9$# úïÌÏe±u;ãB tûïÍÉYãBur tAtRr&ur ãNßgyètB |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ zNä3ósuÏ9 tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# $yJÏù (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù 4 $tBur y#n=tG÷z$# ÏmÏù wÎ) tûïÏ%©!$# çnqè?ré& .`ÏB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ ( yygsù ª!$# úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmÏù z`ÏB Èd,ysø9$# ¾ÏmÏRøÎ*Î/ 3 ª!$#ur Ïôgt `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuÅÀ ?LìÉ)tGó¡B ÇËÊÌÈ
Artinya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah
timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi
keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah
berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang
nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka
perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”[6]
Berdasarkan ayat
diatas, dapat dipahami bahwa manusia itu pada mulanya semua dalam keadaan satu
agama dan kepercayaan yaitu percaya kepada Allah dan atau bersatu pada
ketauhidan.
C.
Kepribadian
Kepribadian
merupakan hal yang melekat pada diri manusia yang tercermin melalui tingkah
laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hoetomo kepribadian adalah
keadaan manusia sebagai perseorangan keseluruhan sifat yang merupakan watak
orang biasa, bergeser artinya: orang yang baik sifatnya dan wataknya.[7]
Dalam
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa: “Kompetensi
kepribadian, yaitu merupakan kemampuan yang meliputi: a) mantap, b) stabil, c)
dewasa, d) arif dan bijaksana, e) berwibawa, f) berakhlak mulia, g) menjadi
teladan bagi peserta didiknya, h) mengevaluasi kinerja sendiri, i)
mengembangkan diri secara berkelanjutan.[8]
Secara umum kepribadian seseorang
dapat dikategorikan kepada dua kategori, yaitu :
1.
Kepribadian
yang dikategorikan baik
Kepribadian
ini merupakan kepribadian yang sesuai dengan norma, adat dan nilai yang
berkembang dalam masyarakat. Kepribadian ini dinilai sangat penting karena
kepribadian yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat,
terlebih lagi bagi seorang pendidik. Pendidik harus memiliki kepribadian yang
baik, baik ketika di sekolah, maupun di luar sekolah. Hal ini dimaksudkan agar seorang
pendidik menjadi tauladan yang baik bagi para siswa di sekolah, dan masyarakat
pada umumnya, mengingat seorang pendidik selalu digugu dan ditiru oleh siswa
dan masyarakat.
Rasulullah
SAW., merupakan pendidik yang dapat diajadikan sebagai tauladan yang baik bagi
peserta didik dan masyarakat, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Ahzab: 21
ôs)©9
tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.[9]
Ayat
diatas menjelaskan bahwa pada diri Rasulullah terdapat akhlak yang mulia, yang
senantiasa dapat kita jadikan contoh dan tauladan yang baik bagi seluruh umat
manusia hususnya umat muslim.
Terdapat beberapa paham yang
memberitahukan kepada kita untuk dapat menentukan baik dan buruknya keribadian
seseorang, yaitu :
a.
Paham
Adat-Istiadat
Menurut aliran ini, seseorang dikatakan baik apabila
perilakunya sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh
masyarakat.
b.
Paham
Hedonisme
Menurut aliran ini, yang disebut perbuatan baik
adalah perbuatan yang mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu
biologis.[10]
Lebih lanjut aliran ini juga lebih menekankan kepada kelezatan dan kenikmatan
akal dan rohaniyah ketimbang kelezatan badan.
c.
Paham
Intuisisme (Humanisme)
Menurut aliran ini, baik dan buruk itu dapat dinilai
melalui kekuatan bathin atau hati nurani yang ada pada diri manusia. Jika hati
nuraninya menilai bahwa perbuatan itu baik, maka dapat dipastikan perbuatan itu
baik, begitupun sebaliknya, jika dinilai buruk oleh hati nurani, maka perbuatan
itu buruk.
d.
Paham
Utilitarianisme
Secara harfiyah, utilis berarti berguna. Menurut
paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna, baik berguna untuk perorangan
(individu) maupun kelompok (masyarakat).
Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guna
ini mendapat perhatian dimasa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan
dibidang teknik cukup meningkat, dan kegunaanlah yang mentukan segala-galanya.[11]
e.
Paham
Vitalisme
Aliran ini lebih menekankan kepada kekuatan dan
kakuasaan dalam penentuan baik dan buruk, yang baik berarti yang mampu
menaklukan orang lain dengan kekuatan dan kekuasaannya.
f.
Paham
Religiosisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang dianggap baik
adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedang yang dianggap buruk
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
g.
Paham
Evolusi
Paham menyatakan bahwa segala sesuatu dialam ini
mengalami evolusi, yaitu perkembangan dari apa adanya menuju kesempurnaan.
Perkebangan yang dikehendaki aliran ini tidak hanya berlaku pada benda-benda
yang tampak saja, melainkan juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau
dirasakan oleh indera, seperti akhlak dan moral.
Dari beberapa paham diatas dapat
kita ketahui bahwa penentuan baik dalam hal ini kepribadian yang baik, dapat
kita lihat dari berbagai aspek baik dari adat-istiadat, norma, nilai dan lain
sebagainya yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai seorang muslim, kita memiliki
pedoman dalam menentukan baik dan buruknya kepribadian seseorang yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Maka perbuatan yang sesuai dengan kedua sumber ajaran
Islam (Al-Qur’an dan Hadits) tersebut dapat dikategorikan sebagai seseorang
yang memiliki kepribadian baik, begitu sebaliknya.
2.
Kepribadian
yang dikategorikan Buruk
Kepribadian
ini merupakan kebalikan dari kepribadian baik. Segala perbuatan yang dianggap
tidak sesuai dengan adat-istiadat, norma dan nilai yang ada pada masyarakat
maka dapat dikatakan seseorang itu memiliki kepribadian yang buruk.
Seorang pendidik harus menghindari
perilaku yang menyimpang (buruk), sehingga peserta didik dapat menerima segala
materi pelajaran yang diajarkan dengan tanpa keraguan, terlebih pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dengan
demikian, bila seorang pendidik melakukan suatu sikap dan perbuatan yang baik,
sering kita katakana bahwa guru tersebut memiliki kepribadian yang baik atau
berakhlak mulia. Sebaliknya bila guru tersebut melakukan suatu sikap dan
perbuatan yang dinilai tidak baik menurut pandangan masyarakat ataupun siswanya
maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut tidak memiliki kepribadian yang baik.
Dengan demikian, baik dan tidaknya citra seorang guru ditentukan oleh
kepribadian yang dimiliki oleh seorang guru.
D.
Gaya
Kepemimpinan Pendidikan
1.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
merupakan kunci suksesnya suatu lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang
dipimpin oleh seorang yang profesional, dalam hal ini ia memiliki kompetensi
yang sesuai dengan tugasnya, akan memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendididkan.
Secara
sederhana dapat kita definisikan kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi orang lain. Kemampuan tersebut tentunya telah ada pada diri
setiap individu, karena setiap manusia dilahirkan dengan potensinya sebagai
seorang pemimpin dimuka bumi. Firman Allah QS. Al-Baqarah : 30
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." [12]
Menurut
Young, Kepemimpinan merupakan kegiatan atau seni yang didasari atas kemampuan
pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki kemampuan khusus
yang tepat bagi situasi yang khusus.[13]
Maka dapat dipahami bahwa,
kepemimpinan merupakan seni atau kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang
lain atau kelompok, untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan suatu organisasi
atau kelompok.
2.
Gaya
Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan dapat dianggap sebagai modalitas dalam kepamimpinan, dalam arti
sebagai cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana
untuk menjalankan kepemimpinannya.[14]
Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan seorang pemimpin dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya, yaitu :
a.
Pemimpin
harus mampu bertanggungjawab
Pemimpin yang mampu mempertanggungjawabkan apa yang
telah diperbuat, baik oleh dirinya maupun kelompok yang dipimpinnya, akan
menjadi sosok seorang pemimpin yang disegani dan dihormati bawahannya, karena
pemimpin tidak hanya memerintah, tetapi juga siap bertanggungjawab atas segala
sesuatu yang terjadi dan mungkin terjadi.
b.
Pemimpin
harus mampu berlaku adil
Semua manusia diperinthkan oleh Allah SWT., untuk
senantiasa berlaku adil pada setiap aktifitas yang dilakukan. Firman Allah QS.
An-Nahl : 90
* ¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGÎ)ur Ï 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs? ÇÒÉÈ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.[15]
Ayat diatas merupakan
perintah kepada manusia untuk berbuat adil, terlebih lagi bagi seorang
pemimpin, maka keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan yang diambil
haruslah memberikan maslahah untuk keberhasilan bersama, bukan untuk
menguntungkan salah satu pihak sedang yang lain merasa dirugikan.
c.
Pemimpin harus memiliki akhlak yang baik
Akhlak yang dimiliki
oleh seorang pemimpin akan memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan
seseorang dalam memimpin. Apabila pemimpin memiliki akhlak yang baik, maka akan
lebih memudahkan dia untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana dia memimpin.
d.
Pemimpin harus memiliki memiliki sifat-sifat yang
baik, seperti apa yang
melekat pada diri Rasulullah SAW., yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
Sudah selayaknya hal-hal diatas melekat pada sosok
seorang pemimpin, apalagi pemimpin pendidikan islam yang harus senantiasa
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadits, serta mengikuti para sahabat,
sehingga dia akan menjadi pemimpin yang baik dimata manusia dan dihadapan Allah
SWT.
Menurut Siagian, tipe kepemimpinan seseorang dapat
dianalisis dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan:
a.
Persepsi seorang
pemimpin tentang peranannya selaku pemimpin
b.
Nilai-nilai yang
dianut
c.
Sikap dalam
mengemudikan jalannya organisasi
d.
Perilaku dalam
memimpin
e.
Gaya
kememimpinan yang dominan
Sedangkan tipe
kepemimpinan yang secara luas dikenal dan diakui keberadaannya adalah sebagai
berikut:
a.
Tipe Otokratik
Seorang pemimpin yang
termasuk dalam tipe otokratik ditandai dengan sifat keegoisan seorang pemimpin
yang selalu ditonjolkan, serta menganggap bahwa tujuan organisasi identik
dengan tujuan pribadinya, sehingga pemimpin dalam tipe ini dinilai negatif oleh
orang lain (bawahan) atau kelompok (organisasi).
b.
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin ini
umumnya terdapat pada masyarakat tradisional. Popularitas pemimpin dalam tipe
ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1)
Kuatnya ikatan
primordial
2)
Extended family system
3)
Kehidupan
masyarakat yang komunalistik
4)
Peranan adat
istiadat yang kuat
5)
Masih
dimungkinkan hubungan pribadi yang intim[16]
Tipe
paternalistik ini lebih menonjolkan dominasi seorang pemimpin dalam
kelompoknya, fungsi pemimpin lebih kepada pelindung dari para bawahannya.
c.
Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik
memiliki daya tarik yang sangat kuat, sehingga mampu menghipnotis banyak orang
untuk mengikutinya. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap,
dan perilaku dan gaya yang digunakan pemimpin itu.[17]
Menurut Weber, pemimpin
kharismatik memiliki cirri menonjol, tetapi lebih bergantung pada kelompok
pengikut dan cara mereka mendefinisikan pemimpin kharismatik. Jika pengikut
mendefinisikan pemimpin mereka sebagai sosok yang berkharisma, maka pemimpin
tersebut menjadi kharismatik, meskipun belum tentu mempunyai cirri yang
menonjol.[18]
Seorang peimpin
yang laissez
faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa
anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan
yang berlaku.[20]
Pada prinsipnya tipe
ini mengedepankan rasa saling percaya antara pemimpin dengan bawahannya, untuk
bekerja sama dan berbuat sesuai dengan peraturan yang ada tanpa harus
diperintah ataupun dipaksa.
e.
Tipe Demokratik
Pemimpin yang
demokratis menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan
demi tercapainya tujuan organisasi.
Tipe pemimpin yang
demokrasi mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan, karena segala
keputusan yang diambil akan berpengaruh terhadap kelangsungan organisasi yang
dipimpinnya.
Berbagai macam tipe kepemimpinan diatas, akan
berpengaruh kepada kinerja suatu organisasi yang dipimpin, oleh karenanya
pemimpin diharapkan memiliki gaya kepemimpinan yang baik yang membuat
organisasinya dapat mencapai tujuan yang telah dicita-citakan, terlebih lagi
dalam memimpin suatu lembaga pendidikan, karena pemimpin pendidikan yang baik
akan membuat lembaga pendidikan maju sesuai dengan visi dan misi yang ingin
dicapai, dan lembaga pendidikan yang baik, akan menciptakan lulusan (out-put) yang unggul dan mampu bersaing.
E.
Pengaruh Agama terhadap Kepribadian dan Gaya
Kepemimpinan Pendidikan Islam
Agama Islam menghendaki setiap manusia menjadi seseorang yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. dalam Al-Qur’an dijelaskan:
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# cqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ wÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷r& öNåk¨XÎ*sù çöxî úüÏBqè=tB ÇÏÈ
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang-orang
yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang
yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada terceIa”. (Al-Mu’minun
: 1-6)[21]
Ayat diatas memberikan penjelasan kepada kita bahwa
seorang yang senantiasa beriman kepada Allah SWT., dengan menjalankan segala
perintah-Nya seperti sholat dan
berbuat amal soleh, maka seseorang itu telah dijamin oleh Allah akan memperoleh
keberuntungan. Keberuntungan tersebut adalah kebahagian didunia dan keselamatan
diakhirat nanti dengan memperoleh balasan yang baik. Dalam ayat lain dijelaskan
:
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) ÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabut : 45)[22]
Dari
ayat ini bisa kita pahami bahwa, sholat yang dilakukan secara baik dan khusu’
akan mencegah seseorang untuk berlaku tidak baik (keji dan munkar).
Dari
penjelasan Al-Qur’an tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa, ketika manusia
selalu berpegang teguh kepada Agama Islam dengan senantiasa beriman dan
bertakwa, serta melakukan amalan saleh, maka dapat dipastikan dia akan menjadi
peribadi yang baik dan memiliki akhlak mulia, baik ketika dia menjadi seorang
anggota masyarakat, maupun ketika menjadi pemimpin suatu kelompok atau
organisasi.
Akhlak
mulia yang dimiliki oleh seseorang maka akan memudahkan seseorang untuk
beradaptasi dan berkomunikasi dengan baik dan akan mampu mempengaruhi orang
lain untuk senantiasa melakukan perbuatan yang baik, baik untuk dirinya maupun
untuk kelompok atau organisasi yang menaunginya.
F.
Kesimpulan
Manusia
sebagai produk pendidikan dituntut untuk menjadi manusia yang bertakwa sesuai
dengan tujuan pendidikan yang ada, hal ini sesuai dengan Agama Islam yang juga menghendaki
pemeluknya untuk senantiasa beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Dalam
Agama Islam dijelaskan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin
(khalifah) dibumi, untuk menjadi pemimpin tentunya juga harus memiliki
kepribadian yang baik dan senantiasa melakukan hal-hal yang tidak menyimpang
dari norma, nilai, dan adat istiadat yang ada dalam masyarakat. Dengan kata
lain, manusia dituntut untuk menjadi seseorang yang memiliki akhlak mulia, baik
dalam berhubungan dengan Allah (Hablum minallah), berhubungan dengan sesama
(hablum minannaas), dan juga berhubungan dengan alam (menjaga alam / hablum
minal’alam).

Asmani,
Jamal Ma’mur, Sudahkah Anda Menjadi Guru
Berkarisma?, Yogyakarta: Diva Press. 2015.
Kementerian
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemah Perkata (Dilengkapi dengan Kode Tajwid), Jakarta : Insan Madya
Pustaka, 2012
Muslihah,
Eneng, dan Muhib Alwi, Muhammad, Modul
Psikologi Agama, Serang: FTK Banten Press. 2015.
Muslihah,
Eneng, Kinerja Kepala Sekolah, Jakarta:
Haja Mandiri. 2014.
Nata, Abuddin,
Akhlak Tasawuf, Jakarta:
Rajawali Pers. 2012.
Syarbini,
Amirulloh, Buku Panduan Guru Hebat
Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2015.
Wahyudi,
Imam, Mengejar Profesionalisme Guru, Jakarta:
Prestasi Pustaka. 2012.
[1] Amirulloh Syarbini, Buku Panduan Guru Hebat Indonesia, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2015), 34.
[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), 3.
[3] Eneng Muslihah dan Muhammad
Muhib Alwi, Modul Psikologi Agama, (serang:
FTK Banten Press, 2015), 44.
[4] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), 43.
[5] Eneng Muslihah dan Muhammad
Muhib Alwi, Modul Psikologi Agama, (serang:
FTK Banten Press, 2015), 50.
[6]
Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012), 33.
[7] Imam Wahyudi, Mengejar Profesionalisme Guru, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2012), 28.
[8] Imam Wahyudi, Mengejar…, 31.
[9]
Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012), 420.
[10] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), 108.
[11] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), 114-115.
[12]
Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012), 6.
[13] Eneng Muslihah, Kinerja Kepala Sekolah, (Jakarta: Haja
Mandiri, 2014), 90.
[14] Eneng Muslihah, Kinerja Kepala…, 100.
[15]
Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012), 277.
[16] Eneng Muslihah, Kinerja Kepala Sekolah, (Jakarta: Haja
Mandiri, 2014), 107-108.
[17] Eneng Muslihah, Kinerja Kepala Sekolah, (Jakarta: Haja
Mandiri, 2014), 109.
[18] Jamal Ma’mur Asmani, Sudahkah Anda Menjadi Guru Berkarisma?, (Yogyakarta:
Diva Press, 2015), 26.
[19] Laissez Faire adalah sebuah Frasa Prancis yang berarti “Biarkan
Terjadi” (Secara harfiyah diartikan “Biarkan Berbuat). Lihat http://id.m.wikipedia.org/wiki/Laissez-faire, diakses pada tanggal
25/09/2017, jam 20:44 WIB.
[20] Eneng Muslihah, Kinerja Kepala…, 109.
[21] Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012),
432.
[22] Kementerian Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata
(Dilengkapi dengan Kode Tajwid), (Jakarta : Insan Madya Pustaka, 2012),
401.
Playtech casino: A complete guide to - Dr.md
BalasHapusIn 2019, the company 과천 출장안마 acquired a controlling interest in the iGaming business. 군산 출장샵 As a result 광주광역 출장샵 of this acquisition, the 거제 출장샵 casino's 당진 출장안마 portfolio of games